16/08/17

You and I

Ini adalah sebuah cerita mengenai seorang wanita yang merasa dirinya ditakdirkan sial dalam percintaan. Selama hidupnya ia sudah mengalami banyak hal pahit dalam soal percintaan.

 Hingga kemudian suatu hari ia dipertemukan dengan seorang lelaki yang sangat sesuai dengan kepribadiannya. Memiliki banyak kesamaan. Wanita itu menemukan lawan bicara yang bisa ia ajak berdiskusi sampai berjam-jam. Kali ini tidak seperti biasanya, wanita itu mendapat kesempatan untuk bisa berteman dan dekat dengan lelaki idamannya. Ia dan sang lelaki menjadi teman dekat.

Semua jadi awal yang baik dan sempurna. Semua kedekatan dan semua waktu yang sudah dihabiskan bersama, semua sangat berharga. Sampai suatu hari sang lelaki memberitahu bahwa ia kembali bersama cinta lamanya. Mantan kekasihnya terdahulu.

   Wanita itu kemudian sadar bahwa ternyata nasibnya dalam dunia percintaan belum berubah. Hanya kali ini sakit yang dilalui harus lebih menyakitkan karena ia sempat mengira kali ini keadaan berpihak kepadanya, yang pada kenyataannya tidak. Keadaan tetap tidak berpihak padanya.
Wanita itu menghabiskan puluhan jamnya untuk meyakinkan dirinya bahwa ia baik-baik saja dan ia pasti akan berhasil melalui ini.

Pertemanan ia dan sang lelaki masih terjalin, hanya tidak seerat dulu. Tidak lagi. Diskusi panjang yang terjadi biasanya kini tidak ada lagi. Hanya sapaan ringan dan bercandaan dengan rekan kerja lain. Ya, mereka berkerja di tempat yang sama. Di lingkungan yang sama.

 Wanita itu berpura-pura mereka baik-baik saja atau lebih tepatnya ia baik-baik saja. Diatas permukaan semua terlihat tenang dan baik-baik saja namun didalamnya? Tidak ada yang tahu.

Wanita itu berhasil melalui patah hatinya. Ia berhasil menerima kenyataan bahwa lelaki idamannya mencintai wanita lain dan kini lelaki itu bahagia.

Beberapa bulan kemudian, Sang lelaki datang dan minta untuk pergi bersama berdua. Setelah sekian lama mereka tidak pernah jalan bersama. Wanita itu tahu ada sesuatu dan ia benar. Lelaki itu kembali putus dengan sang mantan. Hubungan mereka harus kandas, lagi.

 Sang wanita berusaha menunjukan dirinya sebagai teman yang baik dengan memberi dukungan. Mulai hari itu, mereka yang dahulu kembali lagi. Entah apa yang wanita itu harus rasakan, turut bersedih karena lelaki idamannya putus dengan kekasihnya atau senang karena bisa mendapatkan kembali teman dekatnya itu.

Kedekatan demi kedekatan terjalin. Hubungan yang sempat renggang itu kini terjalin kembali bahkan lebih erat dari yang sebelumnya. Beberapa bulan kemudian, status teman dekat berubah menjadi sepasang kekasih. Wanita itu akhirnya resmi menjadi milik sang lelaki.
Hubungan mereka terjalin baik. Beberapa kali terjadi kesalahpahaman namun semua bisa terselesaikan. Semua sangat sempurna bagi sang wanita. Atau itu yang setidaknya ia kira.

Satu tahun. Satu tahun sudah hubungan cinta itu terjalin.

Sampai suatu hari, sang lelaki bertemu dengan mantan kekasihnya. Sang mantan tidak sendiri, ia bersama laki-laki lain, membawa kabar bahwa mereka akan segera melangsungkan pernikahan.
Entah darimana datangnya, emosi itu hadir bagaikan aliran gelombang yang tidak dapat dikendalikan. Sang lelaki merasakan hatinya yang terselimutkan emosi. Menguap ke udara. Hatinya nyeri. Ia masih cinta.

Hari itu sang wanita dan sang lelaki berjanji untuk bertemu merayakan hari jadi mereka yang setahun. Semua sudah dipersiapkan dengan sempurna oleh sang wanita. Ia ingin memberi kejutan kepada lelaki yang dicintainya.

Mereka bertemu. Saling mengucap selamat pada satu sama lain. Bercerita banyak hal namun pikiran sang lelaki tidak sedang disana bersamanya.

 Lelaki itu menatap wanita dihadapannya yang hari ini sangat cantik dengan dress hitamnya dan make upnya. Ia menyadari betapa beruntung dirinya bisa memiliki dan dicintai wanita itu. Perasaan bersalah kemudian hadir. Ia merasa bersalah karena tidak bisa sepenuh hati mencintai wanita itu. Mungkinkah kita bisa mencintai dua orang disaat yang bersamaan?

Tiba-tiba, ciuman itu terjadi. Sang lelaki mencium sang wanita untuk kali pertama. Ciuman yang penuh emosional. Penuh dengan perasaan yang terpendam. Ciuman itu bukan ciuman penuh cinta namun sebaliknya. Ciuman itu seakan-akan ciuman pelampiasan. Ciuman yang dilakukan dengan hati penuh kemarahan dan luka. Seribu kata bisa tercipta dari sebuah ciuman. Ciuman yang tidak lebih dari sepuluh detik.

Wanita itu menyadari. Ia dapat merasakan itu semua. Namun ia tidak mengatakan apa-apa. Setidaknya tidak untuk saat ini.
Wanita itu berpura-pura tidak menyadari arti ciuman itu. Namun jauh dalam lubuk hatinya ia tahu sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang menghalangi mereka. Menjadi tembok tinggi diantara dirinya dan sang lelaki.

 Sejak kejadian itu mereka merenggang. Sang wanita merasa perlu mencari tahu dengan pasti apa arti ciuman emosional itu dan sang lelaki merasa bersalah atas apa yang ia rasa dan ia lakukan pada sang wanita yang sudah sangat baik kepadanya.

Hampir seminggu, sepasang kekasih itu saling menolak untuk berbicara. Mereka bertemu namun tidak berinteraksi. Saling bersapa namun tidak berbicara. Saling merasa namun kian menghindar.
Wanita itu tiba-tiba bertemu dengan sang mantan dari kekasihnya. Mereka saling bersapa dan sedikit berbasa basi. Dan pada saat itulah yang menjadi pertanyaannya terjawab lengkap. Ia tahu bahwa mantan dari kekasihnya akan menikah. Dan sang lelaki sudah lebih dulu mengetahuinya. Semua kini terasa masuk akal untuk sang wanita. Semua tanya jawab dikepalanya hilang karena sudah mendapatkan jawabannya. Ia kini paham dengan pasti arti dari ciuman emosional itu.

 Rela ataupun tidak, mereka akan bertemu untuk berbicara pada akhirnya. Sang wanita dan sang lelaki tidak bisa terus menghindari kenyataan bahwa memang ada yang harus mereka bicarakan. 

Setelah cukup lama saling menghindar mereka akhirnya bertemu disuatu ruang kosong di kantor tempat mereka bekerja untuk berbicara. Sempat cukup lama terjadi keheningan namun keheningan itu pecah ketika sang lelaki membuka suara. Ia meminta maaf. Karena itu yang selalu ada dipikirannya. Betapa ia menyesal. Bukan hanya tentang ciuman emosional itu namun juga semua yang telah ia lakukan maupun yang tidak ia lakukan.

Sang wanita masih pada keheningannya. Mencoba mencerna keadaan yang akan ia hadapi. Ia sudah belajar untuk mempersiapkan dirinya kala situasi itu datang. Namun ketika situasi itu akhirnya datang ternyata ia masih belum bisa terbiasa. Ia masih sulit mencerna. Hatinya terlalu pilu.

Lelaki itu mengucapkan kata maaf lagi untuk kedua kalinya. “Berhenti.” ucap wanita itu. “Gak ada yang perlu dimaafkan. Hati tidak bisa memilih.”

Lelaki itu tahu bahwa sang wanita sudah mengetahui semuanya.

“Aku hanya ingin memastikan dan aku mohon jawab dengan jujur.” Wanita itu terdiam. Menyiapkan hatinya untuk mendengar jawaban dari sang lelaki.

“Kamu masih cinta sama dia?”

Sang lelaki diam tidak langsung menjawab. Ia tarik napas panjang. Hatinya berat namun inilah kenyataannya.

“Ya. Aku masih cinta sama dia.”

Wanita itu menganggukkan kepalanya.

“Oke. Cuma itu yang perlu aku tahu.” Ia menatap sang lelaki. Sang lelaki balas menatapnya. Ia tahu arti tatapan itu. Tatapan perpisahan. Tatapan selamat tinggal. Ruangan kosong itu menjadi saksi bisu kandasnya hubungan mereka.

Sang wanita menangis. Hatinya sangat pilu. Dua kali sakitnya daripada yang pertama. Ia kira, lagi, ia kira, kali ini nasib percintaannya berubah baik. Setidaknya begitu ia kira selama setahun terakhir. Tapi hari ini ia harus mengakui bahwa keadaan memang belum berubah. Ia hanya ditipu kebahagiaan semu. Kebahagiaan sesaat.

Hatinya begitu sedih karena ia kira ia berhasil mendapatkan hati sang lelaki. Ia kira selama ini sang lelaki mencintainya. Namun kenyataan tidak berbicara seperti itu. Sang lelaki tidak pernah menjadikannya yang pertama. Karena posisi pertama dihatinya sudah diisi dan tidak pernah berganti. Ia selalu menjadi yang ke dua. Selalu menjadi yang didatangi hanya ketika yang pertama tidak ada. Namun, ketika yang pertama itu hadir ia kembali menempati posisi nomor dua. Ketika ada nomor satu, tidak ada yang ingat akan nomor dua.

Kamu ingin akhir yang bahagia atau sedih dari cerita ini?
Kalau kau ingin akhir yang bahagia, kau tahu kemana cerita ini akan berlanjut.

Kembali bersama lelaki itu? Tidak.

Akhir yang bahagia untuk sang wanita adalah saat ia bertemu dengan lelaki yang mencintainya sepenuh hati. Lelaki yang selalu menjadikannya nomor satu. Lelaki yang tidak pernah ragu akan perasaannya. Karena ia tahu untuk siapa cinta itu.

Kembali bersama laki-laki itu hanya akan menjadi akhir yang menyedihkan untuk sang wanita. Ia tidak perlu dicintai laki-laki hanya karena laki-laki itu merasa ia harus mencintai dirinya. Ia tidak mau dicintai karena laki-laki itu merasa tidak memiliki pilihan lain. Ia, lelah menjadi nomor dua. Ia lelah hanya menjadi pilihan. Ia ingin menjadi prioritas.

   Karena yang membahagiakan adalah ketika ada seseorang yang mencintai kita bukan karena ia merasa harus. Bukan karena ia merasa mencintainya adalah satu-satunya cara membalas kebaikannya.

   Karena akhir yang membahagiakan itu adalah ketika seseorang mencintai kita karena mereka mencintai kita. Tanpa alasan. Tanpa tanda tanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar