Ini adalah sebuah cerita mengenai seorang wanita yang merasa
dirinya ditakdirkan sial dalam percintaan. Selama hidupnya ia sudah mengalami banyak hal pahit dalam soal percintaan.
Hingga kemudian
suatu hari ia dipertemukan dengan seorang lelaki yang sangat sesuai dengan
kepribadiannya. Memiliki banyak kesamaan. Wanita itu menemukan lawan bicara
yang bisa ia ajak berdiskusi sampai berjam-jam. Kali ini tidak seperti
biasanya, wanita itu mendapat kesempatan untuk bisa berteman dan dekat dengan
lelaki idamannya. Ia dan sang lelaki menjadi teman dekat.
Semua
jadi awal yang baik dan sempurna. Semua kedekatan dan semua waktu yang sudah
dihabiskan bersama, semua sangat berharga. Sampai suatu hari sang lelaki
memberitahu bahwa ia kembali bersama cinta lamanya. Mantan kekasihnya
terdahulu.
Wanita
itu kemudian sadar bahwa ternyata nasibnya dalam dunia percintaan belum
berubah. Hanya kali ini sakit yang dilalui harus lebih menyakitkan karena ia
sempat mengira kali ini keadaan berpihak kepadanya, yang pada kenyataannya
tidak. Keadaan tetap tidak berpihak padanya.
Wanita
itu menghabiskan puluhan jamnya untuk meyakinkan dirinya bahwa ia baik-baik
saja dan ia pasti akan berhasil melalui ini.
Pertemanan
ia dan sang lelaki masih terjalin, hanya tidak seerat dulu. Tidak lagi. Diskusi
panjang yang terjadi biasanya kini tidak ada lagi. Hanya sapaan ringan dan
bercandaan dengan rekan kerja lain. Ya, mereka berkerja di tempat yang sama. Di
lingkungan yang sama.
Wanita
itu berpura-pura mereka baik-baik saja atau lebih tepatnya ia baik-baik saja.
Diatas permukaan semua terlihat tenang dan baik-baik saja namun didalamnya?
Tidak ada yang tahu.
Wanita
itu berhasil melalui patah hatinya. Ia berhasil menerima kenyataan bahwa lelaki
idamannya mencintai wanita lain dan kini lelaki itu bahagia.
Beberapa
bulan kemudian, Sang lelaki datang dan minta untuk pergi bersama berdua.
Setelah sekian lama mereka tidak pernah jalan bersama. Wanita itu tahu ada
sesuatu dan ia benar. Lelaki itu kembali putus dengan sang mantan. Hubungan
mereka harus kandas, lagi.
Sang
wanita berusaha menunjukan dirinya sebagai teman yang baik dengan memberi
dukungan. Mulai hari itu, mereka yang dahulu kembali lagi. Entah apa yang
wanita itu harus rasakan, turut bersedih karena lelaki idamannya putus dengan
kekasihnya atau senang karena bisa mendapatkan kembali teman dekatnya itu.
Kedekatan
demi kedekatan terjalin. Hubungan yang sempat renggang itu kini terjalin
kembali bahkan lebih erat dari yang sebelumnya. Beberapa bulan kemudian, status
teman dekat berubah menjadi sepasang kekasih. Wanita itu akhirnya resmi menjadi
milik sang lelaki.
Hubungan
mereka terjalin baik. Beberapa kali terjadi kesalahpahaman namun semua bisa
terselesaikan. Semua sangat sempurna bagi sang wanita. Atau itu yang setidaknya
ia kira.
Satu
tahun. Satu tahun sudah hubungan cinta itu terjalin.
Sampai
suatu hari, sang lelaki bertemu dengan mantan kekasihnya. Sang mantan tidak
sendiri, ia bersama laki-laki lain, membawa kabar bahwa mereka akan segera
melangsungkan pernikahan.
Entah
darimana datangnya, emosi itu hadir bagaikan aliran gelombang yang tidak dapat dikendalikan. Sang lelaki merasakan hatinya yang terselimutkan emosi. Menguap ke
udara. Hatinya nyeri. Ia masih cinta.
Hari
itu sang wanita dan sang lelaki berjanji untuk bertemu merayakan hari jadi
mereka yang setahun. Semua sudah dipersiapkan dengan sempurna oleh sang wanita.
Ia ingin memberi kejutan kepada lelaki yang dicintainya.
Mereka
bertemu. Saling mengucap selamat pada satu sama lain. Bercerita banyak hal namun
pikiran sang lelaki tidak sedang disana bersamanya.
Lelaki
itu menatap wanita dihadapannya yang hari ini sangat cantik dengan dress
hitamnya dan make upnya. Ia menyadari betapa beruntung dirinya bisa memiliki
dan dicintai wanita itu. Perasaan bersalah kemudian hadir. Ia merasa bersalah
karena tidak bisa sepenuh hati mencintai wanita itu. Mungkinkah kita bisa
mencintai dua orang disaat yang bersamaan?
Tiba-tiba,
ciuman itu terjadi. Sang lelaki mencium sang wanita untuk kali pertama. Ciuman
yang penuh emosional. Penuh dengan perasaan yang terpendam. Ciuman itu bukan
ciuman penuh cinta namun sebaliknya. Ciuman itu seakan-akan ciuman pelampiasan.
Ciuman yang dilakukan dengan hati penuh kemarahan dan luka. Seribu kata bisa
tercipta dari sebuah ciuman. Ciuman yang tidak lebih dari sepuluh detik.
Wanita
itu menyadari. Ia dapat merasakan itu semua. Namun ia tidak mengatakan apa-apa.
Setidaknya tidak untuk saat ini.
Wanita
itu berpura-pura tidak menyadari arti ciuman itu. Namun jauh dalam lubuk
hatinya ia tahu sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang menghalangi mereka. Menjadi
tembok tinggi diantara dirinya dan sang lelaki.
Sejak
kejadian itu mereka merenggang. Sang wanita merasa perlu mencari tahu dengan pasti
apa arti ciuman emosional itu dan sang lelaki merasa bersalah atas apa yang ia
rasa dan ia lakukan pada sang wanita yang sudah sangat baik kepadanya.
Hampir
seminggu, sepasang kekasih itu saling menolak untuk berbicara. Mereka bertemu
namun tidak berinteraksi. Saling bersapa namun tidak berbicara. Saling merasa
namun kian menghindar.
Wanita
itu tiba-tiba bertemu dengan sang mantan dari kekasihnya. Mereka saling bersapa
dan sedikit berbasa basi. Dan pada saat itulah yang menjadi pertanyaannya
terjawab lengkap. Ia tahu bahwa mantan dari kekasihnya akan menikah. Dan sang
lelaki sudah lebih dulu mengetahuinya. Semua kini terasa masuk akal untuk sang
wanita. Semua tanya jawab dikepalanya hilang karena sudah mendapatkan
jawabannya. Ia kini paham dengan pasti arti dari ciuman emosional itu.
Rela
ataupun tidak, mereka akan bertemu untuk berbicara pada akhirnya. Sang wanita
dan sang lelaki tidak bisa terus menghindari kenyataan bahwa memang ada yang
harus mereka bicarakan.
Setelah
cukup lama saling menghindar mereka akhirnya bertemu disuatu ruang kosong di
kantor tempat mereka bekerja untuk berbicara. Sempat cukup lama terjadi
keheningan namun keheningan itu pecah ketika sang lelaki membuka suara. Ia
meminta maaf. Karena itu yang selalu ada dipikirannya. Betapa ia menyesal.
Bukan hanya tentang ciuman emosional itu namun juga semua yang telah ia lakukan
maupun yang tidak ia lakukan.
Sang
wanita masih pada keheningannya. Mencoba mencerna keadaan yang akan ia hadapi.
Ia sudah belajar untuk mempersiapkan dirinya kala situasi itu datang. Namun
ketika situasi itu akhirnya datang ternyata ia masih belum bisa terbiasa. Ia
masih sulit mencerna. Hatinya terlalu pilu.
Lelaki
itu mengucapkan kata maaf lagi untuk kedua kalinya. “Berhenti.” ucap wanita
itu. “Gak ada yang perlu dimaafkan. Hati tidak bisa memilih.”
Lelaki
itu tahu bahwa sang wanita sudah mengetahui semuanya.
“Aku
hanya ingin memastikan dan aku mohon jawab dengan jujur.” Wanita itu terdiam.
Menyiapkan hatinya untuk mendengar jawaban dari sang lelaki.
“Kamu
masih cinta sama dia?”
Sang
lelaki diam tidak langsung menjawab. Ia tarik napas panjang. Hatinya berat
namun inilah kenyataannya.
“Ya.
Aku masih cinta sama dia.”
Wanita
itu menganggukkan kepalanya.
“Oke.
Cuma itu yang perlu aku tahu.” Ia menatap sang lelaki. Sang lelaki balas
menatapnya. Ia tahu arti tatapan itu. Tatapan perpisahan. Tatapan selamat
tinggal. Ruangan kosong itu menjadi saksi bisu kandasnya hubungan mereka.
Sang
wanita menangis. Hatinya sangat pilu. Dua kali sakitnya daripada yang pertama.
Ia kira, lagi, ia kira, kali ini nasib percintaannya berubah baik. Setidaknya
begitu ia kira selama setahun terakhir. Tapi hari ini ia harus mengakui bahwa
keadaan memang belum berubah. Ia hanya ditipu kebahagiaan semu. Kebahagiaan
sesaat.
Hatinya
begitu sedih karena ia kira ia berhasil mendapatkan hati sang lelaki. Ia kira
selama ini sang lelaki mencintainya. Namun kenyataan tidak berbicara seperti
itu. Sang lelaki tidak pernah menjadikannya yang pertama. Karena posisi pertama
dihatinya sudah diisi dan tidak pernah berganti. Ia selalu menjadi yang ke dua.
Selalu menjadi yang didatangi hanya ketika yang pertama tidak ada. Namun,
ketika yang pertama itu hadir ia kembali menempati posisi nomor dua. Ketika ada
nomor satu, tidak ada yang ingat akan nomor dua.
Kamu
ingin akhir yang bahagia atau sedih dari cerita ini?
Kalau
kau ingin akhir yang bahagia, kau tahu kemana cerita ini akan berlanjut.
Kembali
bersama lelaki itu? Tidak.
Akhir
yang bahagia untuk sang wanita adalah saat ia bertemu dengan lelaki yang
mencintainya sepenuh hati. Lelaki yang selalu menjadikannya nomor satu. Lelaki
yang tidak pernah ragu akan perasaannya. Karena ia tahu untuk siapa cinta itu.
Kembali
bersama laki-laki itu hanya akan menjadi akhir yang menyedihkan untuk sang
wanita. Ia tidak perlu dicintai laki-laki hanya karena laki-laki itu merasa ia
harus mencintai dirinya. Ia tidak mau dicintai karena laki-laki itu merasa
tidak memiliki pilihan lain. Ia, lelah menjadi nomor dua. Ia lelah hanya
menjadi pilihan. Ia ingin menjadi prioritas.
Karena
yang membahagiakan adalah ketika ada seseorang yang mencintai kita bukan karena
ia merasa harus. Bukan karena ia merasa mencintainya adalah satu-satunya cara
membalas kebaikannya.
Karena akhir yang membahagiakan itu adalah ketika seseorang mencintai kita
karena mereka mencintai kita. Tanpa alasan. Tanpa tanda tanya.